Showing posts with label Catatan Pengalamanku. Show all posts
Showing posts with label Catatan Pengalamanku. Show all posts

Thursday, 21 January 2021

Sakit Gigi Ketika di Australia

 Sakit gigi sebenarnya merupakan hal yang biasa kalau di Indo, tapi di Australia, entah kenapa aku merasa ini adalah hal yang luar biasa. Apalagi kalau giginya butuh dicabut atau dioperasi.


Kenapa? karena biaya untuk cabut gigi atau operasi gigi di Australia cenderung mahal. Apalagi kami sebagai student dengan asuransi standard Allianz, yang sudah membayar sekitar 170 jt untuk asuransi sekeluarga selama 4.5 tahun, ternyata biaya asuransi sebesar itu tidak mengcover biaya pengobatan karena sakit gigi. 


Ceritanya yang sakit gigi sebenarnya bukan aku, tapi suami. Gigi gerahamnya sudah tinggal separo dan katanya kadang sakit. Maka kami cari tahulah biaya untuk cabut gigi, atau operasi gigi kalau giginya tidak bisa dicabut dg cara biasa. Dari informasi yang kami terima, ada sebuah rumah sakit khusus gigi, di rumah sakit tersebut ada dokter gigi orang Indo, dan reviewnya sangat bagus. Dan setelah tanya ke teman yang sudah pernah ke sana, untuk cabut gigi bagian geraham (mungkin dg operasi, soalnya kami tidak tahu detail pengobatannya), biaya diperlukan mendekati 2000 AUD (kurang lebih 20 juta). Uang segitu adalah uang yang sangat besar bagi kami. Adalagi tmn yang bilang disitu biayanya sekitar 1000-2000 AUD. Ok, berarti kami harus menyiapkan dana sekitar 10-20 juta rupiah untuk mengatasi masalah gigi ini. 


Akhirnya, aku memberanikan diri untuk booking di rumah sakit gigi tersebut. Ternyata jadwal di rumah sakit tersebut sangat padat. Sebagai gambaran, aku melakukan booking pada tanggal 15 January, dapat jadwal untuk ketemu dkternya tanggal 18 February. Itupun jadwal yang sudah diselip2kan, awalnya kami di tawari Maret. Akhirnya proses booking selesai, yang kami bisa lakukan hanya menunggu dan menyiapkan dana sekitar 10-20 jt yang sebenarnya berat buat kami. 


Kemudian beberapa hari setelah booking, suami ditanya sama tmn nya yang juga punya problem yang sama tentang gigi. Intinya giginya perlu di cabut. Dan tmn ini juga survey ke tmn-temennya yang lain. Tmn ini akhirnya dpt testimoni dari tmn yang lain yang sudah pernah cabut gigi. Dia melakukan cabut gigi di tempat praktek dokter gigi yang dekat dengan kampus, nedland dental clinic, dan kena biaya sekitar 400 dollar (sekitar 4jt). 2 Hari kemudian tmn ini cabut gigi di situ kena biaya sekiat 470 dolar. Dia cerita ke suami. Akhirnya kami pun booking di clinic tersebut dan dapat jadwal ketemu dokter 1 minggu kemudian. dan tidak lupa juga kami berdoa meminta kepada Allah, semoga giginya bisa dicabut d klinik tersebut tanpa operasi. 


Dan ketika kami periksa ke klinik tersebut, ternyata giginya suami lumayan parah, dan kami masih beruntung karena ke kliniknya ndak menunggu suami merasakan sakit. Soalnya kalau menunggu sakit, itu artinya sudah ada infeksi, dan penanganannya lebih sulit. Tapi Alhamdulillah dokternya bisa nyabut. Dan kami kena biaya sekitar 523 dolar atau setara (5 juta 239 rb). Biaya itu sebenarnya biaya yang cukup besar karena hampir 1/3 dari beasiswa sebulan. Tapi kami bersyukur karena tidak perlu operasi dan biayanya lebih murah dari pada ketika operasi. 


Singkat kata, walaupun lebih murah, bagi teman-teman yang akan berangkat belajar ke Australia, mending pastikan sudah tidak mempunyai permasalahan dg gigi. Kalaupun giginya butuh d cabut, mending di cabut di Indo yang biayanya jauh lebih murah. Dan yang lebih penting lagi, rawatlah gigi anda sebelum sakit. 



Thursday, 12 November 2020

It is difficult but possible

PhD is such a long journey. It has been started far before I came to Australia.  It began when I planned to continue my PhD, discussed it with my husband, joined the english course at IALF when I used to arrive home at 9 p.m with my husband and my little daughter. It is not easy, it is difficult.  I knew that my husband was exhausted, but he never complains. After around 2-3 months, I struggle to learn IELTS, Alhamdulillah my score is 7.

The attempt did not stop here; I must get a scholarship. After three months following a series of LPDP test, I have got accepted. Alhamdulillah.  Then, I have to prepare everything for my study with my little family. It is also difficult.

Now, almost 1.5 years, I have been sit in this office, which mean 1.5 years I have become a PhD students formally. But, informally I have gone through the journey for three years, not only me but my husband and my daughter. We are struggling. And I do not know when it will finish? How will it end? Only doa and work hard that I can do. Oh My God, give me and my family easiness to go through this long journey.



NB: perhaps there are some mistakes in my writing, I am so sorry, because I am still learning. Thank you


Wednesday, 14 October 2020

Jurnal Pertamaku di Q1

 Sebenarnya proses untuk menulis jurnal ini tidak instan. Seingatku, aku sudah mulai mendapatkan hasil dari eksperimenku sekitar bulan maret lalu. Saat itu komputer yang dibelikan oleh pembimbingku belum datang, jadi aku terpaksa harus running di google colab. Itupun butuh akses internet yang banyak, padahal waktu itu aku ga punya langganan jaringan internet yang unlimited, jadi terpaksa kalau running harus ke lab. Atau kalau waktunya sore harus momong, ngajak anak ke parents room yang ada di Reid Library. Sementara anak main, aku running eksperiment. Trus akhir maret kalau ga salah, ada himbauan stay at home, setelah ada satu orang di Western Australia yang meninggal. Awalnya sempat bingung, bagaimana harus running? Alhamdulillah, di waktu yang hampir bersamaan dapat kabar kalau komputer yang dibelikan sama spv sudah datang. Boleh di ambil dan di bawa pulang. 

Karena komputer sudah di rumah, alhamdulillah masalah resource untuk eksperimen ga masalah. Alhamdulillah bisa running dengan sangat cepat, yang awalnya butuh 2 jam untuk satu eksperiment, ini hanya butuh waktu kurang dari 10 menit. Bisa dibandingkan bedanya kan. Trus karena masing-masing kasus harus diulang 10 kali, aku bisa eksperiment sambil masak. Jadi running dulu, trus di tinggal masak. Sambil sesekali di cek. 

Alhamdulillah akhir april masalah eksperiment sudah selesai, sebenarnya draft sudah mulai saya tulis juga. Alhamdulillah, draft selesai sekitar bulan mei. Full draft tadi akhirnya direvisi bolak balik oleh pembing ke 4, ke 2, dan ke 1. Awalnya aku bimbingan Full draft ke pembimbing 4, setelah pembimbing 4 Ok. Lanjut ke pembimbing 2, di pembimbing 2 ini proses agak alot. Beliau menanyakan kontribusi. Kontribusi yang tak tuliskan katanya masih kurang. Di sini mulai bingung, down, stress. Akhirnya lanjut baca lagi, nambah eksperiment lagi, begitu terus sampai pada satu titik, aku sudah bosan dan sudah ga tau apa yang harus lakukan lagi untuk paper ini. Dari situ pembimbing satu mulai ikut membantu. Beliau akhirnya mereview draftku walaupun pembimbing 2 belum meloloskannya. Review dari pembimbing 1 selesai dalam waktu kurang dr 1 minggu. Draftku sudah mulai tampak lebih indah. MasyaAllah keren banget pembimbingku ini. Comment dari pembimbing 1 "I like the story, I want to buy this, which mean draft ini menurut beliau layak terbit". Habis itu baru pembimbing 2 mulai mau mereview lagi dan hasil reviewnya lebih tajam. Aku sampe ga bisa tidur, stress, depresi, itulah yang aku alami selama 5 hari. Sampe-sampek aku sholat tahajud menangis minta sama Allah bisa tidur. Rasanya berat, badan capek, pikiran capek tapi ga bisa istirahat. Konsultasi sama teman, disarankan untuk refreshing, olah raga, istirahat sejenak. Akhirnya aku ikuti saran-saran dari teman, tidak lupa juga minta didoakan suami dan orang tua untuk diberi kemudahan. 


 

Alhamdulillah kondisi sudah mulai membaik, badan sudah agak enakan, satu demi satu benang permasalahan tentang draft paper sudah mulai terurai. Kalau ada yang hasilnya tidak sesuai dengan yang diperkirakan kenapa dan mengapa, tak coba untuk menggambarkannya. Hingga ketiga spvku setuju. Akhirnya akhir July ketiga spv setuju untuk submit. "We have to move on", they said. Submitnya kemana sudah didiskusikan, masalah dana ga masalah katanya. 

Tapi sebelum submit, draft ini harus disetujui dulu sama spv ke tiga. Beliau juga senior professor, lulusan kampus ternama dunia, dan native english. Pass banget. Walaupun menurutku sudah ok, tetapi masih ada sedikit revisi dari beliau dan itu masalah written englishnya. "Ternyata ada beberapa kalimat yang menurutku ok, tapi kalau di baca native speaker kayaknya kurang jelas". Habis revisi, bismillah paper tersebut akhirnya submit bulan Agustus. 

Satu bulan kemudian hasil review datang, hasilnya adalah "Major Revision". Awalnya beberapa spv bilang, revisinya mudah. Tapi bagiku ga mudah. AKu kesulitan untuk mencerna hasil reviewnya dan bagaimana harus menjawab. Stress lagi, bingung lagi. Harus kerja lembur lagi. ALhamdulillah suami yang backup masalah anak, kalau lagi perlu lembur. Walaupun sudah kerja keras menurutku, tetapi review tidak bisa selesai di waktu yang ditentukan. AKhirnya minta perpanjangan revisi dikasih tambahan 5 hari. Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan sampai akhirnya semua spv setuju dengan jawaban reviewnya, habis itu baru submit.

 

Selang berapa minggu aku nerima notifikasi kalau paper accepted. Alhamdulillah, ini semata karena petunjuk Allah dan bantuan banyak pihak. Semua spv ngasih selamat. Dan ada satu email dr spv pertamaku yang membuatku kagum 

"AlhamduliAllah. May Allah guide us to do what is best. If you keep working hard, you can have another paper in 3 months of the calibre of TIP." 

 

Sebuah doa dan sebuah harapan. Begitulah akhir cerita proses publikasi ini, berat, penuh tangis, tertekan, stress. Tapi dengan memaksimalkan ikhtiar dan tawakkal, insyaAllah bisa. 

"Sharing is caring"




Tuesday, 15 May 2018

Alhamdulillah, My IELTS Result is satisfying

This is the late post. In the last one month I am so busy to complete my scholarship and my PhD application that I did not have time to write. After that I was busy to write my publication. But late is better than never. Therefore, I am writing this article.

I have taken the IELTS test on March, 10, 2018. So, the result must be appear on March 23 and I can see the result on-line. However, when I opened the web site in  https://results.ieltsessentials.com/ and I filled my data, the result did not come yet. In my mind "Oh my be, the result has not come". Then in every two hours, I tried to see the result but the same thing always happen. Until in saturday morning, I realized that I might had filled the wrong data. I realized that my family name must be one word, not two words. Thus, I put my last name as my family name, and the rest of my name as my surename. And jreng....jreng... my IELTS result was coming. And It is very satisfying. My overal band was 7, and my minimum score for each band was 6. So that it is enough to apply a place to continue my study in overseas.  I am so happy with my result, it was over my expectation since I realize that my English was not so good. And thanks to Allah for this result.

Here, I want to share about my activity before taking the IELTS test. When I started to learn english again, my English position was in SP 8 (5.5-6 ielts score). Then I do these thinks:
1. I had taken general English for SP 8 for two months
2. Every day, I try to do the IELTS practice for one package test. I used Cambridge IELTS book from 3-10. So I could finish one book in for days.
4. I read the book 'grammar for ielts'. It also very useful.
5. When doing the speaking, I always record  my speaking and hear it after the test. So I know my weakness.
6. Every day, during my activity to work I always listening to bbc radio
7. I ask my parents , my husband, my mother and low, and other people tha I could not mention to pray for me
8. The last is doa.

Next I want to tell about my activity to find a scholarship and school. I hope this story is usefull for those who want to improve their IELTS score. Thank you

Wednesday, 30 June 2010

Pertemuan dan Perpisahanku dengan Seorang Muslim Myanmar


Dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Kenapa kita harus menangisinya? Tapi ya Allah, sungguh terasa berat perpisahan ini bagiku. Walaupun mungkin tidak hanya hambamu ini saja yang merasa berat dengan perpisahan ini, tetapi teman-teman di dorm pasti merasakan hal yang sama.

Ya, namanya adalah Xiao li, gak tau apakah spellingnya benar apa tidak. Dia adalah seorang muslim dari Myanmar. Pada pertengahan Ramadhan tahun lalu, semua cerita tentang Xiao li dan kami (baca: aku dan teman-temanku muslim dari Indo) berawal. Masih teringat betul bagaimana cerita itu bermula. Waktu itu habis tarawih, mbak Lilik sedang mencuci di mesin cuci, kemudian datanglah Xiao li mendekati mbak Lilik dan bertanya "Ni shi muslim ma?" dalam bahasa mandarin yang artinya "Apakah kamu muslim?". Untung pada waktu itu yang ditanyain adalah mbak Lilik ,yang bahasa mandarinnya sudah lihai, jadinya dia tahu maksudnya. Trus langsung saja mbak Lilik mengiyakannya. Habis itu dengan senang hati mbak Lilik mengenalkan Xiao li dengan aku dan Farida karena kita sekamar.

Percakapan di antara kita sangat minim sekali waktu itu, karena kendala bahasa. Coba bayangkan, kami yang tidak bisa bahasa mandarin dan selama ini hanya mengandalkan bahasa inggris harus bercakap-cakap dengan Xiao li yang bahasa sehari-harinya adalah bahasa mandarin dan sangat sedikit menggunakan bahasa Ingris harus bercakap-cakap. Jadinya, hanya saling diam. Kemudian mbak lilik mengajak Xiao li ke masjid untuk buka bersama dan taraweh. Waktu itu kita agak jarang ketemu. Kemudian gak tau sejak kapan, Xiao li jadi sering ke kamar kami. Kita makan bersama, bercanda bersama, walupun aku lebih sering diam. Mbak liliklah yang sering ngajak dia bicara, karena emang diantara kami yang paling mahir bahasa mandarinnya adalah mbak Lilik. Teringat betul, waktu itu dia belum shalat, dan alhamdulillah lama kelamaan ketika di ajak shalat dia mau.

Babak baru hubungan kami semakin membaik sejak enam bulan lalu, ketika Xiao li memutuskan untuk pindah ke kamar kami. Interaksi antara kami jadi semakin sering. Berlahan-lahan namun pasti aku dan Farida mulai berani ngomong pake bahasa Zhongwen. Walaupun banyak salahnya, tetapi karena rahmat Allah, Xiao li ngerti dan komunikasi diantara kami terjalin. Dan Xiao li pun berlahan-lahan belajar bahasa inggris. Subhanallah, sejak saat itu dia jadi mau belajar iqro' walaupun mulai dr iqra' 1, dia mau menghafal surat2 pendek, pokoknya banyak deh.

Xiao li oh Xiao li, anaknya pekerja keras. Dia mengajarkan banyak hal padaku. Dia mengajarkan arti keikhlasanm, bekerja keras, tidak pernah mengeluh, keceriaan. Sejak lulus SMP dia merantau ke Taiwan, melanjutkan SMA dan kuliah sambil bekerja. Hidupnya amat sangat jauh lebih keras dari pada yang pernah aku alami.

Kini, setelah satu semester berlalu, akhirnya perpisahanpun harus aku hadapi. Aku sangat kaget sekali, ketika Xiao li berkata dia akan cuti selama satu tahun. Dia ingin kerja dulu di kauhsiung baru nanti akan melanjutkan sekolah lagi. Tapi apa daya, aku tidak mampu untuk mencegahnya. Aku merasa sangat kehilangan Xiao li. Selamat jalan Xiao li, semoga engkau baik-baik saja di sana, dan selalu dalam rahmat dan petunjuk Allah. Semoga Allah memberikan kehidupan yang lebih baik kepadamu. Pesanku, jangan lupa untuk tetap menjaga shalatmu. Semoga nanti kita dipertemukan oleh-Nya dalam kondisi yang lebih baik. Aamiin.